URBANISASI BERDASARKAN EKONOMI
MAKALAH URBANISASI
Disusun oleh :
MUHAMMAD ARIF RAHMAN
57418759
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada kesempatan ini saya masih diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menyelesaikan hasil MAKALAH PENDIDIKAN ILMU SOSIAL yang berjudul “URBANISASI”.
Harapan saya selaku penulis, semoga karya ilmiah ini bisa berguna kedepannya. Bagi siapa saja dan khususnya bagi saya sendiri selaku yang menyusun makalah atau karya tulis ilmiah ini, sehingga makalah ini bisa sedikit membantu memberi informasi dan gambaran.
Saya selaku penulis, juga menyadari bila makalah ini tidak sempurna. Pastinya masih banyak kekurangannya, untuk ini saya sangat terbuka untuk menerima kritik maupun saran dari semua pihak demi perbaikan dimasa depan.
Bekasi, November 2018
Penyusun,
Muhammad Arif Rahman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai pengaruh penting terhadap proses pertumbuhan ekonomi (Davis, 1987, Pernia, 1984 dalam KebanT.Y, 1990). Dalam batas-batas tertentu urbanisasi dapat mendorong pembangunan tetapi sebaliknya dapat juga menghambat pembangunan. Hubungan yang positif antara tingkat urbanisasi suatu negara, dengan tingakat pendapatan per kapita negara yang bersangkutan, hal ini didukung oleh data empiris pada beberapa negara sehingga memberikan keyakinan bahwa urbanisasi mempunyai peran yang penting dalam pembangunan berimplikasi bahwa dalam rangka mempercepat proses pembangunan, urbanisasi diperlukan.
Ada pendapat lain dimana tidak menerima hipotesisi tersebut, ia berpendapat bahwa proses yang tidak terkendalikan justru akan menimbulkan berbagai akibat negatif, baik terhadap negara secara keseluruhan maupun terhadap penduduk kota serta daerah terbelakang, dimana proses urbanisasi yang berlebihan menunjukkan adanya spatio-demographic imbalance atau sering dikenal dengan istilah over urbanization atau seudourbanization (Smith, 1988, dalam KebanT.Y, 1990) dan urban primacy dimana timbulnya dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil sehingga tidak berkembang, dimana proses ini sering dianggap sebagai penghambat pembangunan. Laju urbanisasi meningkat dipicu pull and push factor. Push factor-nya adalah sempitnyalapangan pekerjaan di perdesaan, bahkan tidak ada. Untuk berkehidupan, orang berurbanisasike kota. Sedangkan dari sisi pull, kondisi kota mampu dianggap akan menyediakan kesempatankerja yang dinilai orang-orang desa lebih berkualitas.
Terjadilah fenomena urbanisasi yang dari tahun ke tahun terus meningkat.Secara umum, peningkatan urbanisasi dipicu kegagalan Otonomi Daerah (Otda). Sebab, denganOtda, pemerintah daerah diharapkan memiliki kewenangan lebih untuk mengelolaperekonomiannya sehingga terjadi distribusi dalam pembangunan ekonominya, namun pemdamengahadapi setumpuk kegagalan secara ekonomi dalam melakukan pembangunanwilayahnya. Pada mulanya, Otonomi Daerah dan desentralisasi menumbuhkan harapan padapeningkatan ekonomi daerah non urban, pada kenyataanya, tidak ada korelasi positif antaraOtda dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.Pada akhirnya, semakin maraknya kriminalitas belakangan ini seperti perampokan baikpenodongan maupun hipnotis, merupakan akibat dari laju urbanisasi yang semakin lamasemakin mengkhawatirkan.Dalam bukunya yang berjudul Cities, Poverty and Development Urbanization in the ThirdWorld, Gilbert dan Gigler, menyebutkan banyak literatur menemukan sederet bukti, alasanutama urbanisasi adalah masalah ekonomi. Kuatnya variabel ekonomi sebagai alasan orangberurbanisasi terutama banyak dijumpai di kawasan Asia, Afrka dan Amerika Latin. Dengan katalain, urbanisasi lebih banyak terjadi di negara-negara Selatan yang relatif lebih miskinketimbang di negara-negara Utara (Eropa dan Amerika Utara).Dengan memakai model ekonometri, berhasil menemukan fakta bahwa perbedaan pendapatanyang tajam antara desa dan kota telah memperlicin jalan maraknya urbanisasi. Faktor ekonomiinilah yang mempengaruhi secara signifikan terjadinya urbanisasi.untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang dikenal dengan istilah urbanisasi perdesaan dan juga mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.Diharapkan dengan makin bertumbuhnya daerah perdesaan dan juga menyebarnya daerah-daerah pertumbuhan ekonomi, sasaran untuk mencapai tingkat urbanisasi sebesar 75% padaakhir tahun 2025, dan dibarengi dengan makin meratanya persebaran daerah perkotaan, akandapat terwujud.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan urbanisasi?
2. Bagaimana keadaan jika urbanisasi terus melaju?
3. Apa saja factor-faktor penyebab trjadi urbanisasi?
4. Apa dampak dan masalah yang timbul akibat urbanisasi?
5. Apa saja tindakan atau kebijakan untuk mengurangi arus urbanisasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang urbanisasi itu sendiri.
2. Mengetahui keadaan urbanisasi yang terus ada.
3. Mengetahui berbagai factor penyebab terjadinya suatu urbanisasi.
4. Mengetahui dampak dari urbanisasi itu.
5. Mengetahui peran Pemerintah atau kebijakannya untuk arus urbanisasi.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini kami berharap agar bisa bermanfaat bagi kami pada khususnya dan teman – teman semua pada umunya yang ikut hadir dalam persentase Karya Tulis ilmiah kami ini dan dapat jadi pembelajaran dimasa sekarang – yang akan datang. Dan juga kami berharap kepada pembaca untuk bias melihat klasifikasi tentang urbanisasi secara keseluruhan dari proses x sampai dampak apa yang ditimbulkan oleh adanya urbanisasi tersebut. Itu saja manfaat singkat dari penulisan kami ini kurang lebihnya kami mohon maaf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Urbanisasi
Sebelum menjawab tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya urbanisasi dan dampak yang ditimbulkan, serta strategi kebijakannya terlebih dahulu diterangkan tentang apa yang dimaksud dengan urbanisasi.
Menurut Keban T. Y dalam Poungsomlee dan Ross (1992), urbanisasi merupakan suatu gejala yang cenderung dilihat dari sisi demografis semata-mata, hal ini sebenarnya kurang tepat karena urbanisasi dapat dilihat secara multidimensional. Disamping dimensi demografis, urbanisasi juga dapat dilihat dari proses ekonomi politik (Drakakis-Smith, 1988), modernisasi (Schwab, 1982) dan legal (administrasi).
Dilihat dari segi pendekatan demografis urbanisasi dapat diartikan sebagai proses peningkatan konsentrasi penduduk diperkotaan sehingga proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan secara keseluruhan meningkat, dimana secara sederhana konsentrasi tersebut dapat diukur dari proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan, kecepatan perubahan proporsi tersebut atau kadang-kadang perubahan jumlah pusat kota.
Dari pendekatan ekonomi politik, urbanisasi dapat didefinisikan sebagai transformasi ekonomi dan sosial yang ditimbulkan sebagai akibat dari pengembangan dan ekspansi kapitalisme (Drakikis-Smith,1988). Sedangkan dari konteks moderinisasi, urbanisasi dapat dipandang sebagai perubahan dari orientasi tradisional ke orientasi modern tempat terjadi difusi modal, teknologi, nilai-nilai, pengelolaan kelembagaan dan orientasi politik dari dunia barat (kota) ke masyarakat tradisional (desa).
Sedangkan konteks legal, urbanisasi dapat dilihat dari pengembangan kota/kotamadya yang telah ada. Kota-kota tersebut secara hukum memiliki batas administrasi tertentu, dan hanya dapat berubah melalui suatu aturan legal-formal. Konteks ini berbeda dengan konteks fungsional batas-batas kotanya lebih ditentukan oleh fungsi atau karakteritik lokasi.
Everet S. Lee (1976) mendefinisikan pengertian migrasi dalam arti luas yaitu perubahan tempat tinggal secara permanen tidak ada pembatasan jarak perpindahan dan sifatnya serta setiap migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan dan adanya rintangan yang menghambat/ rintangan.
Adapun faktor-faktor sehingga terjadi urbanisasi dimana faktor sosial ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility). Dimana daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah asal untuk dapat menimbulkan mobilisasi penduduk. Ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang terikat pada daerah asal dan ada juga kekuatan yang mendorong orang untuk meninggalkan daerah asal (Mitchell, 1961). Kekuatan yang mengikat orang untuk tinggal di daerah asal di sebut kekuatan sentripetal (centripetal forces) dapat berupa ikatan kekeluargaan, hubungan sosial, pemilikan tanah, dan sebagainya dan kekuatan yang mendorong orang untuk meninggalkan daerah asal di sebut kekuatan sentrifugal (centrifugal forces) dapat berupa lapangan pekerjaan yang terbatas atau kurang lapangan pekerjaan selain agraris perbedaan upah antara desa dengan kota atau mungkin kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia di daerah asal, dan lain-lain.
Everet S. Lee (1966), Todaro (1979) dan Titus (1982) berpendapat bahwa motivasi sesorang untuk pindah adalah motif ekonomi, motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro menyebut motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional.
S. Lee (1976) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat upah kerja antara perdedaan dengan perkotaan yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota yang pesat.
Mobilisasi ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu harapan untuk memperoleh pekerjaan dan harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di perdesaan, dengan demikian mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara desa dengan kota, oleh karena itu arah pergerakan penduduk juga cenderung ke kota yang memiliki kekuatan yang relatif besar sehingga diharapkan dapat memenuhi pamrih-pamrih ekonomi mereka.
Selain itu Everet S. Lee (1976) juga mengemukakan bahwa yang mendorong untuk migrasi kadang-kadang bukan faktor nyata yang terdapat di tempat asal dan tempat tujuan tetapi adalah tanggapan seseorang terhadap faktor-faktor itu dan terutama tentang keadaan di tempat tujuan berdasarkan informasi dan hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya. Penelitian Roberts (1978) di negara-negara Amerika Selatan, Hugo (1975) di Jawa Barat dan Mantra serta Molo (1986) mengenai mobilitas sirkuler penduduk di enam kota besar di Indonesia menyimpulkan bahwa informasi dan hubungan-hubungan itu terjadi antara famili / keluarga dan kerabat sedaerah asal.
Jadi kekuatan sentripetal (centripetal forces) sebagai kekuatan yang mengikat tinggal di daerah asal, antara lain adalah :
1. Jalinan persaudaraan / kekeluargaan yang erat di desa
2. Sistem gotong royong masyarakat perdesaan
3. Keterikatan pada tanah pertanian (budaya agraris)
4. Keterikatan pada tanah kelahiran, aspek religius yang bersifat pribadi, adanya makam keluarga dan sebagainya.
Sedangkan kekuatan sentrifugal (centrifugal forces), sebagai kekuatan mendorong untuk meninggalkan daerah asal atau kekuatan yang melawan kekuatan sentrifugal sehingga terjadi migrasi sirkuler (Hugo, 1975 dan Mantra, 1980) dan Mitchell (1961).
Adapun kekuatan pengikat untuk tetap tinggal di daerah asal adalah:
1. Penghasilan di desa relatif rendah
2. Tidak ada / kurang pekerjaan selain pertanian
3. Tidak punya lahan pertanian atau punya lahan pertanian tapi sempit.
4. Rendahnya penghasilan di desa berkaitan erat juga dengan tidak dimilikinya lahan atau lahan yang dimilikinya sempit.
Adanya perbedaan tingkat kehidupan antara ke dua daerah tersebut yakni kota dan desa, baik perbedaan tingkat ekonomi, sosial maupun politik, sehingga kota seakan-akan selalu memberikan kesan yang menyenangkan bagi penduduk desa, karena dikota segalanya dapat dipenuhi dengan mudah, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Kota memberikan bayangan tentang kesenangan hidup dan mudahnya mencari pekerjaan yang layak dengan tidak perlu mengotori tangan.
Disamping adanya faktor penarik yang berasal dari kota, kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan di desa menjadi faktor pendorong bagi terlaksananya proses urbanisasi. Satu hal yang patut dicatat adalah kebayakan dari mereka yang berpindah tempat ke kota ini bukan semata-mata untuk meninggalkan status mereka saja (mobilitas sosial), tetapi lebih merupakan dorongan karena semakin sulitnya mencari kehidupan yang layak di daerah perdesaan. Sedangkan menurut Khairuddin (1992:212) dalam (Schoorl, 1980:226-267; Koesoemaatmadja , 1976:24-25; Rahardjo, 1982:53, Marbun, 1979:78-80; Landis, 1984:166 ; dan Siagian, 1984:147) menggu-nakan istilah faktor pendorong (push factors) dan faktor penarik (pull factors), sehingga dari kedua sisi ini baik faktor pendorong maupun faktor penarik, dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:
Faktor Pendorong (Push Factors)
Adapun yang tergolong sebagai faktor pendorong adalah sebagai berikut:
1. Semakin terbatasnya lapangan kerja di perdesaan
2. Kemiskinan di desa akibat bertambah banyaknya jumlah penduduk
3. Transportasi desa-kota yang semikin lancer
4. Tingginya upah buruh di kota dibandingkan di desa
5. Bertambahnya kemampuan membaca dan menulis atau tingkat pendidikan di masyarakat desa
6. Tata cara dan adat istiadat yang kadang-kadang dianggap sebagai “beban” oleh masyarakat desa.
Fator Penarik (Pull Factors)
Adapun yang tergolong sebagai faktor penarik adalah sebagai berikut:
1. Kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota
2. Tingkat upah yang lebih tinggi
3. Lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang)
4. Tersedianya barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap
5. Terdapatnya macam-macam kesempatan untuk rekreasi dan pemanfaatan waktu luang (plesure time), seperti bioskop, taman-aman, hiburan dan sebagainya
6. Bagi orang-orang atau kelompok tertentu memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat di desa.
Selain faktor pendorong dan penarik yang disebabkan di atas, menurut Hauser, (1985 :25) yang juga mempengaruhi laju urbanisasi dari desa ke kota antara lain, yaitu :
1. Perubahan teknologi yang lebih cepat dibidang pertanian dari pada di bidang non pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari perdesaan.
2. Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota
3. Pertambahan alami yang tinggi di perdesaan
4. Susunan kelembagaan yang mambatasi daya serap perdesaan, seperti sistem pemilikan tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat menganak-emaskan penduduk perkotaan.
5. Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan
6. Kelembagaan (intertia) – faktor negatif yang menahan penduduk tetap tinggal di perdesaan
7. Kebijaksanaaan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan mengurangi arus penduduk dari perdesaaan ke perkotaan.
B. Dampak Urbanisasi
Urbanisasi juga menimbulkan berbagai akibat (dampak) tertentu yang dirasakan oleh oleh daerah penerima dan daerah yang ditinggalkan meskipun urbanisasi ini oleh sebagaian ahli, dianggap membawa dampak positif terutama bagi perkembangan kota, tetapi tidak sedikit pula dampak negatif yang ditimbulkannya.
Bagi mereka yang memandang urbanisasi membawa dampak positif mengatakan, antara lain :
1. Urbanisasi merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
2. Urbanisasi merupakan suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan-kemajuan yang ada di kota
3. Urbanisasi yang menyebabkan terjadinya perkembangan kota, selanjutnya memberikan getaran (resonansi) perkembangan bagi daerah-daerah perdesaan sekitarnya.
Selain dampak positif yang ditimbulkan juga menimbulkan dampak yang negatif, baik dampak yang negatif itu dirasakan daerah perkotaan juga dirasakan pula oleh daerah perdesaan. Urbanisasi di kota dapat menimbulkan masalah “over urbanization” dan “urban primacy “. Over urbanization” yaitu kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota. Ini merupakan gejala makin meningkatnya daya tarik kota besar yang menimbulkandysfunctional condition. Hal ini dapat dilihat dengan ketimpangan antar daerah dan semakim beratnya beban pemerintah kota. Sedangkan urban primacy adalah timbulnya dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil sehingga tidak berkembang, dominasi tersebut dapat dilihat dari konsentrasi ekonomi, alokasi sumber daya, pusat pemasaran, pusat pemerintahan dan nilai-nilai sosial politik.
Over urbanization dan urban primacy adalah merupakan masalah yang di rasakan oleh kota dimana akan menimbulkan masalah-masalah yang akan mempengaruhi perkembangan suatu kota, adapun masalah-masalah yang dapat ditimbulkan antara lain:
1. Pengangguran
Hal ini merupakan masalah yang cukup serius yang banyak dihadapi oleh kota-kota besar. Masalah ini timbul berkaitan dengan terjadinya over urbanization. Karena sebagian migran yang masuk ke kota tidak memiliki keterampilan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan, maka para migran tersebut kebanyakan hanya bekerja sebagai buruh kasar secara temporer (sektor informal). Setelah pekerjaan mereka selesai, maka mereka sepenuhnya menjadi mengangur. Besarnya tingkat pengangguran di kota merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya pekerjaan kurang layak bagi kemanusiaan seperti mengemis, mencopet dan sebagainya, tingginya tingkat pengangguran tersebut dapat meningkatkan angka kriminal.
2. Perumahan / Permukiman Kumuh
Salah satu karakteristik kota adalah tingginya tingkat kepadatan penduduik, dimana kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan tidak seimbangnya antara ruang dan jumlah penduduk, sehingga masalah permukiman merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh over urbanization.
Hal ini menimbulkan masalah daya dukung kota dalam bentuk yang tidak seimbang antara ruang dan lahan yang dibutuhkan dengan jumlah penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum area), sehingga pendirian rumah-rumah liar ini sangat menganggu tata kota dan keindahan kota.
3. Transportasi / Lalu Lintas
Kepadatan penduduk dan tingginya tingkat mobilitas penduduk diperkotaan menjadikan sarana transportasi menjadi penting artinya. Sarana transportasi diperkotaan dapat menimbulkan masalah apabila jumlah kendaraan tidak seimbang dengan panjang jalan yang ada. Rasio jumlah kendaraan dan panjang jalan menentukan terjadinya masalah lalu lintas seperti kemacetan, pelanggaran-pelanggaran dan tingginya tingkat angka kecelakaan lalu lintas. Kepadatan lalu lintas ini menurut Sadono Sukirno dalam Khairuddin (199:220), menimbulkan beberapa jenis biaya sosial dan ekonomi pada masyarakat:
§ Mempertinggi tingkat kecelakaan
§ Mempertinggi biaya pemeliharaan kendaraan karena penggunaan minyak yang lebih banyak dan mempercepat kerusakan kendaraan
§ Mempertinggi ongkos pengangkutan
§ Menimbulkan masalah pencemaran udara yang serius.
Kepadatan lalu lintas di kota-kota besar sangat terasa pada jam-jam puncak/sibuk, yaitu pada waktu pagi hari dan siang hari atau sore hari dimana pada saat itu semua orang melaksanakan aktivitasnya sehari-hari seperti ke kantor, ke sekolah dan sebagainya.
4. Degradasi Moral dan Kejahatan
Sebagai mana yang diketahui bahwa masyarakat kota mempunyai ciri-ciri heterogenitas yang tinggi dan satu sama lain kurang/tidak saling mengenal. Hal ini akan menimbulkan sikap acuh tak acuh dan semakin lemahnya kontrol sosial. Kondisi ini akan menyebabkan sikap individu lebih bebas untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap menguntungkan bagi dirinya sendiri meskipun itu sudah bersifat deviasi atau menyimpang dari nilai-nilai moral yang berlaku. Tindakan patologis ini semakin besar dengan besarnya pula permisiveness terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang yang dilakukan anggota-anggota masyarakat. Sikap menegur dan memberi nasehat bagi sebagian orang sudah dianggap mencampuri urusan orang lain, sehingga sangat jarang timbul reaksi dari masyarakat terhadap pelanggaran-pelanggaran moral tersebut.
Kejahatan adalah suatu tindakan yang kalau boleh dikatakan sifatnya sangat klasik, dari zaman dahulu orang sudah mengenal tindak kejahatan dengan segala bentuknya, yang mungkin berbeda dari zaman ke zaman adalah kapasitas kejahatan, tindak kejahatan dari hari kehari semakin bervariasi dan sudah mengarah kepada tindakan sadisme, hal ini terutama terjadi pada kota-kota besar sebab lemahnya kontrol sosial dari kalangan masyarakat, sehingga semakin sulit untuk memberantasnya.
C. Strategi Kebijakan Untuk Mengurangi Arus Urbanisasi
Berdasarkan analisis aspek demografis secara umum masalah urbanisasi belum sampai pada kondisi kritis atau menghawatirkan, akan tetapi bila dilihat dari segi kecepatannya maka semesti pemerintah memperhatikan atau melakukan tindakan antisipasi sejak awal, oleh karena itu perhatian pemerintah harus diarahkan pada bagaimana mengontrol atau mengendalikan arus urbanisasi sedemikian rupa sehingga selalu berjalan serasi dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan yang ada.
Proses urbanisasi di Indonesia sangat berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah pada masa lampau, baik menyangkut pembangunan spasial maupun sektoral. Sebagai akibat dari kebijakan spasial maka migrasi desa-kota sangat mempercepat tempo urbanisasi di beberapa daerah perkotaan.
Selain itu kebijaksanaan yang bersifat sektoral sangat diperlukan karena secara tidak langsung juga mempengaruhi urbanisasi, kebijakan sektoral ini antara lain bidang pendidikan, kependudukan, kebijakan harga, industri dan kebijakan transportasi serta komunikasi, kebijakan upah dan lain-lain.
Menurut Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa adapun strategi yang tepat untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara komprehensif, adalah sebagai berikut:
1. Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa - kota.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota merupakan suatu unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi untuk menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa maupun di perkotaan, jadi dalam hal ini perlu ada titik berat pembangunan ke sektor perdesaan.
2. Perluasan industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja karena beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output dan tiap unit modal dari pada produk atau barang lainnya.
3. Penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi
Untuk meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan sumber daya modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi harga faktor produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal dan menghentikan pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
4. Pemilihan teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program penciptaan kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di perkotaan maupun pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya kekaguman dan kepercayaan pemerintah dari negara-negara dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan aneka peralatan yang canggih (biasanya hemat tenaga kerja) yang diimpor dari negara-negara maju.
5. Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara berkembang mengundang berbagai pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan khususnya pendidikan tinggi secara besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan. Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbaikan distribusi pendapatan yang disertai dengan penggalakan program keluarga berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan di daerah perdesaan.
Selain itu dikena pula pembangunan agropolitan yang dapat mendorong kegiatan sektor pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan adanya kebijaksanaan desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi secara spasial antar wilayah perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik dan sekaligus mampu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Adapun komponen dari strategi pembangunan agropolitan, antara lain :
1. Melakukan dan menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan penentuan keputusan alokasi investasi dengan mempermudah ijin-ijin kepada pihak swasta yang didelegasikan dari pusat kepada pemerintah daerah dan lokal.
2. Meningkatnya partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub proyek untuk membangun rasa memiliki terhadap proyek yang dibangun bersama mereka.
Bila kitapandang dari sisi pembanguna perkotaan, maka permasalahan yang ditimbulkan olehurbanisasi diantaranya adalah bahwa:
1. Semakin ditinggalkannya spesialisasi di sektor yang berhubungan langsung dengansistem alam, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
2. Semakin meningkatnya tuntutan atas keberadaan skilled educated labor akibatmeningkatnya spesialisasi kerja.
3. Meningkatnya pertumbuhan sektor jasa/perbankan dan manufaktur serta menurunnya sektor produksi primer atau bahkan sekunder.
4. Pergesaran pola hidup dan nilai-nilai adat menjadi semakin kabur atau hilang
5. Semakin berkembangnya budaya cybernetic dan menurunnya ikatan tradisional dalam tatanan masyarakat.
6. Westernisasi membawa dampak berkurangnya hubungan moral-emosional menjadilebih formal-individualistis yang diarahkan oleh kapitalisme sederhana.
7. Dan lain sebagainya serta berbagai dampak ikutannya.
D. Konteks Spatial memandang fenomena urbanisasi
Apakah Urbanisasi akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan ruang di perkotaanatau pada hakekatnya tidak ada korelasi yang positif antara keduanya?Dari sisi pandang Ilmu kependudukan, urbanisasi akan menyebabkan terjadinya migrasi besar dari daerah non urban ke daerah urban. Gerakan migrasi ini umumnya tidak membawa sertaskilled labor atau educated student atau skilled educated labor (karena mereka yang sudahseperti demikian akan melakukan migrasi ke kota lebih dahulu).
Urbanisasi yang berkembang terutama di Indonesia akibat kebijakan otonomidaerah/desentralisasi telah memberikan kesempatan kepada daerah untuk benar-benarmembangun sesuai dengan visi dan misi mereka masing-masing. Masifnya pembangunan fisikwilayah membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan akan tenaga pelaksanapembangunan; satu tahap proses urbansisasi terjadi.Tingginya pembangunan memberikan kesempatan bagi berkumpulnya penduduk di pusat-pusataktivitas wilayah. Dalam pusat-usat kegiatan tersebut brkembang pula spesialisasi kerja karenatingkat diferensiasi yang semakin tinggi; semakin berkembang pula sektor jasa danperdagangan, ini lah tahapan sekunder dari proses urbanisasi. Di sisi lain, sektor jasa perbankandan sejenisnya juga mulai masuk dalam sistem kota, sehingga proses urbanisasi menemukanbentuk realnya.Setelah kawasan urban menjadi sangat maju pesat dan sistem teknologi menjadi semakinberkembang dan komunikasi menjadi sangat mudah. Ketika spesialisasi kerja semakin komplitdan kawasan memasuki dunia global. Dunia cybernetic mulai menguasasi sistem yangmenjadikan sistem transaksi menjadi serba digitized dan cybernetic.
Saat inilah urbanisasi tidak mengenal batasadministrasi, urbanisasi dilakukan karena (kependudukan) pindahnya penduduk dariwilayah rural ke pusat kegiatan (urban). Karena otonomi / desentralisasi daerah memiliki kapasitas untuk melakukan pembangunan fisik dan perekonomian wilayah Kawasan rural semakin ditinggalkan / berubah menjadi urban karena perkembangan penduduk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Urbanisasi berdasarkan ekonomi menurut pendapat saya, jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh jumlah pendapatan yang dihasilkan tiap - tiap penduduk dan jika memiliki pendapatan yang kurang dari kata sejahtera dapat dikatakan penduduk tersebuh mendapatkan tempat yang kurang layak dan kebanyakan dari negara berkembang masih banyaknya jumlah penduduk yang perekonomiannya diluar dari kata sejahtera. Seperti : masih terdapat pengamen yang berkeinginan kesekolah tetapi kekurangan biaya untuk biaya sekolahnya bahkan ada yang untuk mengisi perut saja masih belum terpenuhi yang diakibatkan jumlah penduduk tersebut harus mendapatkan kebutuhan yang layak.
Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai pengaruh penting terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi dapat mendorong pembangunan tetapi sebaliknya dapat juga menghambat pembangunan.
Urbanisasi merupakan suatu proses menuju ke kotaandari rural menjadi urban, baik menyangkut kehidupan social ataupun pertambahan jumlah persentase penduduk diperkotaan yang diakibatkan oleh migrasi dari desake kota, pertumbuhan penduduk alami (natalitas) ,dan reklasifikasi desa perdesaan menjadi desaperkotaan, hal tersebut dapat berdampak padaperubahan ekonomi, social, kebudayaan, psikologimasyarakat serta fisik.
Urbanisasi saat ini sangat berkembang didaerah mana saja khususnya daerah pulau Jawa yang tingkat laju Urbanisasinya sangat cepat. Dan juga mempunyai dampak tersendiri dalam urbanisasi itu. Diantaranya memicu kejahatan dan tertanggunya lalu lintas dan sebagainya.
B. Saran-Saran
1. Disini perlu kebijakan yang tepat oleh Pemerintah dengan mengurangitingkat urbanisasi yang selalu ada agar tidak menggangu kegiatan – kegiatan yang ada serta untuk mengurangi tindakan kejahatan dalam dampaknya.
2. Perlu pemerintah ketahui atau langsung survey ke daerah – daerah yang banyak melakukan kegiatan urbanisasi dan menanyakan apa sebab mereka melakukan urbanisasi itu dan tindak lajutnya bagaimana.
3. Meningkatkan mutu daerah yang kurang memadaai atau dari segi ekonomi daerah itu masih kurang agar tidak terjadinya urbanisasi di kota – kota.
4. Menciptakan lapangan kerja bagi pengangguran dan memberikan pelatihan kepada masyarakat yang kurang terampil dalam hal bekerja agar para pengangguran tidak melakukan urbanisasi.
5. Setiap urbanisasi pasti ada sebab dan akibatnya dan bagaimana caranya untuk mengatasi sebab dan akibat itu supaya tingkat urbanisassi akan semakin berkurang tapi begitu juga sebaliknya jika tidak ada turun tangan langsung oleh pemerintah maka urbanisasi akan sangat laju perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar